RUNNER UP SISWA TELADAN KABUPATEN LEBAK TAHUN 2010

"Tak punya pilihan lain selain berjuang dengan sungguh-sungguh!"
Kalimat itulah yang selalu saya ucapkan berulang-ulang untuk memotivasi diri saya sendiri. Begitupun ketika saya mengikuti seleksi siswa tedalan tingkat kabupaten, kalimat itu selalu menyertai rasa kesungguh-sungguhan saya.

12 Juli 2010, awal masuk sekolah pada tahun ajaran baru, 2010-2011.
"Yan, dipanggil Ayah (Sebutan anak-anak KIR LOGOS untuk pembinanya, Pak Raden). Ditunggu diruang guru sekarang juga. Ajak si mbak (mbak : panggilan untuk seorang kawan baikku, Erlita)!" Aga, ketua KIR LOGOS, memanggil saya dari kejauhan.
Momen yang saya tunggu-tunggu akhirnya datang. Ayah menawarkan sebuah kompetisi yang sudah saya nantikan, Seleksi Siswa Teladan. Tanpa berpikir panjang saya dan Erlita mengatakan "Ya. Siap!".

Seleksi tahap awal dilaksanakan pada tanggal 17 Juli 2010. Seleksi ini meliputi seleksi administrasi atau kelengkapan persyaratan dan tes potensi akademik. Seleksi tahap awal ini dilaksanakan di SMAN 2 Rangkasbitung. Pesertanya beragam, mulai dari tingat SD, SMP dan SMA Se-Kabupaten Lebak dan untuk masing-masing tingkatan dikelompokan mmenjadi dua kategori, yaitu Puta dan Putri. Untuk tingkat dan kategori yang saya ikuti, SMA Putra, tercatat ada sebanyak 18 Peserta.

Acara pembukaan berlangsung sederhana dan khidmat. Disela-sela laporannya, Ketua Panitia mengatakan bahwa hanya 5 peserta untuk masing-masing jenjang-kategori saja yang akan masuk ke seleksi tahap II. Wow!. Detak jantung saya tiba-tiba mempercepat iramanya. Saya sempat kaget.

Seleksi tahap awal berakhir pada pukul 11.00 WIB. Saya dan Erlita langsung kembali ke Malingping. Sedangkan untuk pengumuman peserta yang masuk ke tahap II akan disampaikan melaui surat kepada sekolah pada tanggal 20 Juli.

I am a Lucky Boy. Alhamdulillah. Melalui surat pemberitahuan kepada sekolah saya dinyatakan berhak mengikuti Seleksi Tahap II. Saya bergegas menghubungi teman saya, Dede Rustaman. Tahukah untuk apa? Ha. Saya meminta diajari Rampak Sekar, pertunjukan seni yang saya pilih untuk dipentaskan pada hari Seleksi Tahap II atau tahap akhir tersebut. Dengan sisa waktu yang ada, saya berlatih ditemani Dede. Oh, Tahanks a lot akang (panggilan untuk Dede)!

Pada tanggal 25 Juli 2010, Seleksi Tahap II dilaksanan. Seleksi kali ini meliputi Menulis Essai B. Indonesia, Interview B.Indonesia dan B.Inggris, Pertunjukan kreasi seni, PBB dan Debat. Rangkaian acara berakhir pada pukul 14.00 WIB. Acara penutupan sekaligus pengumuman pemenang pun dilaksanakan.

And the result...
Saya harus puas dan bangga dengan menyabet gelar Runner Up I atau Juara II dengan skor total 72,4. Sedangkan Juara I diraih siswa SMAN 1 Rangkasbitung atas nama Rian Dwi Putra dengan skor total 72,6. Huh. Nyaris. Hanya terpaut 0,2 poin saja.

Walaupun demikian, tetap saya panjatkan syukur kehadirat Tuhan YME. Juara II bukan berarti gagal. Saya anggap ini sebagai sebuah teguran dan cambuk untuk lebih bekerja keras lagi pada kompetisi-kompetisi selanjutnya.

Bravo civitas akademik SMAN 1 Malingping!

3 Piala Lagi Untuk LOGOS


Alhamdulillah... Akhirnya logos mampu menambah koleksi pialanya setelah tiga tim LKIS-nya mampu masuk dalam jajaran pemenang dalam tiga kategori perlombaan yang diikuti.
Lomba Karya Ilmiah Siswa atau LKIS yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak ini berlangsung pada tanggal 14 Juni 2010 di Rangkasbitung.
Sebelum hari presentasi tersebut, sebelumnya para peserta mengirimkan naskah lombanya. Kemudian setelah naskah lomba melalui tahap penilaian, 5 karya peringkkat teratas diundang untuk presentasi pada tanggal 14 Juni tersebut. Dan alhamdulillah, ketiga tim LKIS LOGOS lolos penilaian naskah.
Pada tanggal 13 Juni, seluruh tim bertolak meninggalkan sekolah menuju Rangkasbitung.
Singkkat cerita setelah melalui berbagai acara pperlombaan, tibalah pada acara puncaknya yaitu penguumuman pemenang.
Dan... Horee!!! Ketiga tim LKIS LOGOS masuk jajaran 3 besar. Tim IPA menjadi Juara I, Tim IPS Juara II, dan Tim IPTEK Juara II.
Dengan perolehan tersebut menambah koleksi piala yang diraih LOGOS tahun ini menjadi lima buah, setelah sebelumnya LOGOS meraih Juara I Bidang IPS dan Juara III Bidang Sains Terapan pada OPSI Provinsi Banten yang diselenggarakan bulan sebelumnya.
Bravooo dan maju teruss civitas LOGOS!!!

Desa Nelayan yang Kurindukan


Kerinduanku kepada desa nan indah dan ramah itu terobati sudah... Anginnya yang membisikan kedamaian, tanahnya yang selalu menggelorakan semagatku untuk meraih piala OPSI tahun ini...

Lagi, berpeluh ria... Berasap ria, bersantap bersama di pantai yang akan selalu memanjakan kerinduanku... Tentunya tetap bersama sahabat-sahabat dan adikku yang telah bersama-sama memacu waktu selama hampir 1 bulan...

Thanks for you! Kalian semangat baru dalam hidupku...

Thanks juga untuk Sefty, Fuji, Dimas, Yola yang sudah menyempurnakan keasyikan dan keseruan hari ini... I Love U all...

Lega rasanya, kangen ini sudah terobati... Senang rasanya melihat ekspresi kegembiraan Kak Yogi, yang telah membantu kami untuk mendapatkan informasi saat penelitian, ketika kami mengabarkan kemenangan dalam 'peperangan' itu...

Huh,, kebahagiaanku hari ini telah menyempurnakan keindahan serangkaian perjalanan yang terlewati...

Bravo,, Tim IPSK KIR LOGOS...

Thanks atas perjuangan, kepercayaan, kebersamaan, persaudaraan, pengertian, kesungguhan dan mimpi-mimpi kalian yang selalu menggelorakan semangatku... Satu bulan kemarin, adalah salah satu part terindah dalam hidupku...

Thankss sahabatku, Erlita & Vany..
Thankss adikku, Kika..
I Love U all :)

The Dream has come TRUE



Setelah perjuangan selama hampir 1 bulan, akhirnya mimpi itu menjadi nyata. Peluh kita terbayar lunas dengan piala yang kita genggam. 26 Mei 2010, saksinya.
Sungguh, akhir yang indah untuk perjuangan kita selama ini, kawan! Kerja keras kita, semangat dan kesungguhan kita berbuah manis pada akhirnya. Juara I OPSI Bd. IPSK telah kita sandang.
Sungguh, perjalanan nan indah dan berkesan. Semua ini tak akan mudah untuk terlupakan. Bukan karena kemenangan ini, lebih dari itu. Semua ini akan mengakar dalam memoriku karena kalian. Kawan-kawan, adik, yang telah menyuguhkan semangat, kerja keras, kesungguhan, kepercayaan, senyuman, canda, tawa, kebersammaan, persaudaraan. Kemenagan yang hakiki, sebuah pengalaman yang sangat berharga. Part yang begitu indah dalam hidupku.
Thanks, kawan-kawanku!
Thanks, adikku!

Erlita, thanks kerja kerasmu yang selalu menggelorakan semangatku!
Vanny, thanks atas kepercayaanmu yang begitu besar padaku!
Kika, thanks atas mimpi-mimpi dan tularan semangatmu yang begitu besar, adikku!
I LOVE YOU ALL...

Bravo Tim OPSI IPSK KIR LOGOS!

PUSPIPTEK... WOW!!!

Woww... akhirnyaa kesempatan itu datang kembali... Ini saatnya untuk kita mengibarkan kembali bendera sekolah kita... Jangan mudah putus asa kawan-kawanku... Hanya beberapa langkah lagi! Tetap semangat...

Wish all the best 4 us...

PUSPIPTEK, 24 Mei 2010

Febrian, Alanikika, Tegar, Rendy, Erlita, Elda, Vanny, Eva

LET'S DO THE BEST


Bekerja sama dengan kalian bertiga adalah hal yang sangat menyenangkan bagiku. Hari-heri yang telah terlewati dengan kerja keras dan iringan canda kalian akan sukar untuk terlupakan. Mungkin suatu saat nanti akan ku rindukan suasana seperti ini. Dipacu waktu untuk mencapai mimpi kita. Menjuarai LPIR.
Sekarang, entah sudah berapa hari kita mempersiapkan "pertarungan" kita itu. Kita berpanas-panas ria. Bermandikan peluh di desa nelayan itu. Penjelajahan kita di pasar lokal nelayan dan tempat pelelangan ikan adalah salah satu penjelajahan terhebat. Interview dengan beragam sosok nelayan adalah pengalamn yang tak kalah mengasyikan juga.
Sekarang, terbentang waktu 5 hari kedepan menuju "pertarungan" itu. Semoga kita dapat mencapai mimpi kita. Amin.
Terima kasih teman-temanku! Alanikika, Erlita dan Vanny!

Biografi Albert Einstein


Albert Einstein (14 Maret 1879–18 April 1955) adalah seorang ilmuwan fisika teoretis yang dipandang luas sebagai ilmuwan terbesar dalam abad ke-20. Dia mengemukakan teori relativitas dan juga banyak menyumbang bagi pengembangan mekanika kuantum, mekanika statistik, dan kosmologi. Dia dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Fisika pada tahun 1921 untuk penjelasannya tentang efek fotoelektrik dan "pengabdiannya bagi Fisika Teoretis". Setelah teori relativitas umum dirumuskan, Einstein menjadi terkenal ke seluruh dunia, pencapaian yang tidak biasa bagi seorang ilmuwan. Di masa tuanya, keterkenalannya melampaui ketenaran semua ilmuwan dalam sejarah, dan dalam budaya populer, kata Einstein dianggap bersinonim dengan kecerdasan atau bahkan jenius. Wajahnya merupakan salah satu yang paling dikenal di seluruh dunia. Pada tahun 1999, Einstein dinamakan "Orang Abad Ini" oleh majalah Time. Kepopulerannya juga membuat nama "Einstein" digunakan secara luas dalam iklan dan barang dagangan lain, dan akhirnya "Albert Einstein" didaftarkan sebagai merk dagang. Untuk menghargainya, sebuah satuan dalam fotokimia dinamai einstein, sebuah unsur kimia dinamai einsteinium, dan sebuah asteroid dinamai 2001 Einstein.

Biografi

1. Masa muda dan universitas

Einstein dilahirkan di Ulm di Württemberg, Jerman; sekitar 100 km sebelah timur Stuttgart. Bapaknya bernama Hermann Einstein, seorang penjual ranjang bulu yang kemudian menjalani pekerjaan elektrokimia, dan ibunya bernama Pauline. Mereka menikah di Stuttgart-Bad Cannstatt. Keluarga mereka keturunan Yahudi; Albert disekolahkan di sekolah Katholik dan atas keinginan ibunya dia diberi pelajaran biola. Pada umur lima, ayahnya menunjukkan kompas kantung, dan Einstein menyadari bahwa sesuatu di ruang yang "kosong" ini beraksi terhadap jarum di kompas tersebut; dia kemudian menjelaskan pengalamannya ini sebagai salah satu saat yang paling menggugah dalam hidupnya. Meskipun dia membuat model dan alat mekanik sebagai hobi, dia dianggap sebagai pelajar yang lambat, kemungkinan disebabkan oleh dyslexia, sifat pemalu, atau karena struktur yang jarang dan tidak biasa pada otaknya (diteliti setelah kematiannya).

Dia kemudian diberikan penghargaan untuk teori relativitasnya karena kelambatannya ini, dan berkata dengan berpikir dalam tentang ruang dan waktu dari anak-anak lainnya, dia mampu mengembangkan kepandaian yang lebih berkembang. Pendapat lainnya, berkembang belakangan ini, tentang perkembangan mentalnya adalah dia menderita Sindrom Asperger, sebuah kondisi yang berhubungan dengan autisme. Einstein mulai belajar matematika pada umur dua belas tahun. Ada gosip bahwa dia gagal dalam matematika dalam jenjang pendidikannya, tetapi ini tidak benar; penggantian dalam penilaian membuat bingung pada tahun berikutnya. Dua pamannya membantu mengembangkan ketertarikannya terhadap dunia intelek pada masa akhir kanak-kanaknya dan awal remaja dengan memberikan usulan dan buku tentang sains dan matematika. Pada tahun 1894, dikarenakan kegagalan bisnis elektrokimia ayahnya, Einstein pindah dari Munich ke Pavia, Italia (dekat Milan). Albert tetap tinggal untuk menyelesaikan sekolah, menyelesaikan satu semester sebelum bergabung kembali dengan keluarganya di Pavia. Kegagalannya dalam seni liberal dalam tes masuk Eidgenössische Technische Hochschule (Institut Teknologi Swiss Federal, di Zurich) pada tahun berikutnya adalah sebuah langkah mundur;j dia oleh keluarganya dikirim ke Aarau, Swiss, untuk menyelesaikan sekolah menengahnya, di mana dia menerima diploma pada tahun 1896, Einstein beberapa kali mendaftar di Eidgenössische Technische Hochschule. Pada tahun berikutnya dia melepas kewarganegaraan Württemberg, dan menjadi tak bekewarganegaraan.

Pada 1898, Einstein menemui dan jatuh cinta kepada Mileva Maric, seorang Serbia yang merupakan teman kelasnya (juga teman Nikola Tesla). Pada tahun 1900, dia diberikan gelar untuk mengajar oleh Eidgenössische Technische Hochschule dan diterima sebagai warga negar Swiss pada 1901. Selama masa ini Einstein mendiskusikan ketertarikannya terhadap sains kepada teman-teman dekatnya, termasuk Mileva. Dia dan Mileva memiliki seorang putri bernama Lieserl, lahir dalam bulan Januari tahun 1902. Lieserl, pada waktu itu, dianggap tidak legal karena orang tuanya tidak menikah.

2. Kerja dan Gelar Doktor

Pada saat kelulusannya Einstein tidak dapat menemukan pekerjaan mengajar, keterburuannya sebagai orang muda yang mudah membuat marah professornya. Ayah seorang teman kelas menolongnya mendapatkan pekerjaan sebagai asisten teknik pemeriksa di Kantor Paten Swiss dalah tahun 1902. Di sana, Einstein menilai aplikasi paten penemu untuk alat yang memerlukan pengatahuan fisika. Dia juga belajar menyadari pentingnya aplikasi dibanding dengan penjelasan yang buruk, dan belajar dari direktur bagaimana "menjelaskan dirinya secara benar". Dia kadang-kadang membetulkan desain mereka dan juga mengevaluasi kepraktisan hasil kerja mereka. Einstein menikahi Mileva pada 6 Januari 1903. Pernikahan Einstein dengan Mileva, seorang matematikawan, adalah pendamping pribadi dan kepandaian; Pada 14 Mei 1904, anak pertama dari pasangan ini, Hans Albert Einstein, lahir. Pada 1904, posisi Einstein di Kantor Paten Swiss menjadi tetap. Dia mendapatkan gelar doktor setelah menyerahkan thesis "Eine neue Bestimmung der Moleküldimensionen" ("On a new determination of molecular dimensions") dalam tahun 1905 dari Universitas Zürich.

Di tahun yang sama dia menulis empat artikel yang memberikan dasar fisika modern, tanpa banyak sastra sains yang dapat ia tunjuk atau banyak kolega dalam sains yang dapat ia diskusikan tentang teorinya. Banyak fisikawan setuju bahwa ketiga thesis itu (tentang gerak Brownian), efek fotoelektrik, dan relativitas spesial) pantas mendapat Penghargaan Nobel. Tetapi hanya thesis tentang efek fotoelektrik yang mendapatkan penghargaan tersebut. Ini adalah sebuah ironi, bukan hanya karena Einstein lebih tahu banyak tentang relativitas, tetapi juga karena efek fotoelektrik adalah sebuah fenomena kuantum, dan Einstein menjadi terbebas dari jalan dalam teori kuantum. Yang membuat thesisnya luar biasa adalah, dalam setiap kasus, Einstein dengan yakin mengambil ide dari teori fisika ke konsekuensi logis dan berhasil menjelaskan hasil eksperimen yang membingungkan para ilmuwan selama beberapa dekade. Dia menyerahkan thesis-thesisnya ke "Annalen der Physik". Mereka biasanya ditujukan kepada "Annus Mirabilis Papers" (dari Latin: Tahun luar biasa). Persatuan Fisika Murni dan Aplikasi (IUPAP) merencanakan untuk merayakan 100 tahun publikasi pekerjaan Einstein di tahun 1905 sebagai Tahun Fisika 2005.

3. Gerakan Brownian

Di artikel pertamanya di tahun 1905 bernama "On the Motion—Required by the Molecular Kinetic Theory of Heat—of Small Particles Suspended in a Stationary Liquid", mencakup penelitian tentang gerakan Brownian. Menggunakan teori kinetik cairan yang pada saat itu kontroversial, dia menetapkan bahwa fenomena, yang masih kurang penjelasan yang memuaskan setelah beberapa dekade setlah ia pertama kali diamati, memberikan bukti empirik (atas dasar pengamatan dan eksperimen) kenyataan pada atom. Dan juga meminjamkan keyakinan pada mekanika statistika, yang pada saat itu juga kontroversial. Sebelum thesis ini, atom dikenal sebagai konsep yang berguan, tetapi fisikawan dan kimiawan berdebat dengan sengit apakah atom benar suatu benda yang nyata. Diskusi statistik Einstein tentang kelakuan atom memberikan pelaku eksperimen sebuah cara untuk menghitung atom hanya dengan melihat melalui mikroskop biasa. Wilhelm Ostwald, seorang pemimpin sekolah anti-atom, kemudian memberitahu Arnold Sommerfeld bahwa ia telah berkonversi kepada penjelasan komplit Einstein tentang gerakan Brownian.

Keterangan :
Cerita ini saya Copy dari situs http://www.wikipedia.net
Saya tidak bisa menjamin kebenaran, keaslian dan kelengkapan cerita ini, saya mengcopy nya hanya untuk memenuhi permintaan pengguna sebagai bahan pelajaran, untuk lebih jelasnya silahkan Anda menuju situs tersebut, disana Anda dapat memperbaiki atau mengedit cerita yang menurut versi Anda adalah yang benar dan terjamin keasliannya.

Reorientasi Kebijakan Pendidikan dan Penyesuaian Struktural


Secara normatif, reorientasi kebijakan (pendidikan) telah diambil, terlihat pada tekad baru yang termuat pada dasar-dasar kebijakan pendidikan pasca krisis. UUD (amandemen) pasal 31, misalnya, menempatkan pendidikan sebagai hak warga negara sekaligus kewajiban bagi warga usia sekolah (wajib belajar) untuk mengikuti wajib belajar dan kewajiban bagi pemerintah untuk menyelenggarakannya. Undang-undang No.20/2003 pasal 6, 11 dan 34 mengulangi tekad baru tersebut. Kewajiban juga dituntut kepada orangtua untuk memberikan pendidikan dasar dan masyarakat untuk mendukung sumberdayanya (pasal 7 dan 9). Tekad yang sangat populer adalah bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari anggaran pemerintah (APBN/APBD) di luar gaji pendidik dan pendidikan kedinasan (UUD 45 pasal 31 (4) dan UU Sisdiknas pasal 49 (1)). Kata-kata yang mewajibkan keempat pihak serta besaran anggaran untuk mendukung kewajiban itu belum pernah terlihat pada paket kebijakan pendidikan sebelumnya. Tekad baru juga terlihat pada upaya untuk menempatkan kembali demokratisasi sebagai salah satu tujuan pendidikan. Selama lima belas tahun tujuan seperti itu hilang dari teks undang-undang, digantikan dengan menekankan tujuan agar peserta didik ’bertanggungjawab’ . Bagian yang menempatkan pentingnya penyelenggaraan pendidikan secara demokratis adalah munculnya di satu pihak hak masyarakat untuk berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan (pasal 8) dan di lain pihak hak pemerintah dan pemerintah daerah untuk mengarahkan, membimbing, membantu dan mengawasi penyelenggaran pendidikan (pasal 9). Orientasi-orientasi dan tekad di atas menempatkan pendidikan sebagai ikhtiar penting bangsa dan mengandaikan perlunya reposisi peran masyarakat dan pemerintah dalam sistem dan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Kendati demikian, orientasi dan tekad baru yang indah itu harus berhadapan dan dengan demikian harus disesuaikan dengan ketiga tantangan yang telah disebutkan sebelumnya (yaitu makro ekonomi-demografi, sosial-politik terutama desentralisasi-otonomi, dan tantangan ’carry-over’ yang belum diselesaikan oleh pemerintahan sebelumnya). Semasa kampanye, program bidang pendidikan SBY-JK sendiri, (Permatasari & Wisudo, Kompas, 23-11-2004) ada enam:

Meningkatkan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun dan akses yang lebih besar kelompok yang ’tertinggal’,
Meningkatkan pendidikan ketrampilan dan kewirausahaan/non-formal yang bermutu,
Meningkat penyediaan dan pemerataan sarana-prasrana dan tenaga pendidik,
Meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik,
Menyempurnakan manajemen dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses perbaikan mutu, dan
Meningkatkan kualitas kurikulum dan pelaksanaannya untuk membentuk watak dan kecakapan hidup.
Sepuluh RPP Sisdiknas selesai disusun. RPP usia dini, pendidikan dasar dan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan non-formal dan informal, jarak jauh, pendidikan kedinasan, tenaga kependidikan, standar nasional, pendidikan kejuruan, vokational dan profesi, dan RPP peran serta masyarakat. Hampir diselesaikan RPP pendidikan agama dan badan hukum pendidikan (Media Indonesia, 14-1-2005). RPP yang mendesak di tahun 2005 untuk diterbitkan menjadi PP adalah RPP Wajib Belajar 9 Tahun, RPP tentang Pendidikan Dasar dan Menengah dan RPP tentang Pengelolaan dan Pendanaan Pendidikan (Kompas, 23-02-2005).

Namun demikian, setelah lebih dari setahun pemerintahan SBY-JK, artikulasi kebijakan Depdiknas setidak-tidaknya yang termanifestasikan permukaannya di media dan terrasakan di beberapa lokasi penelitian terlihat melanjutkan supaya pemerintahan sebelumnya, yang menghubungkan empat hal sekaligus: orientasi pendidikan yang baru, tata pemerintahan dan manajemen (pendidikan) baru yang bergerak ke arah desentralisasi, keterbatasan keuangan negara akibat kurang-lebih sepertiga APBN untuk melunasi hutang (Baswir, Kompas 10-5-2005), di samping merealisasikan secara bertahap tuntutan Konstitusi yaitu alokasi APBN/D 20 persen (tahun 2009) untuk sektor pendidikan terutama untuk program wajib belajar 9 tahun.

Secara praktis, manifestasi artikulasi kebijakan itu berbentuk rajutan politik (political crafting) atas peluang dan kendala orientasi, konstitusi, sistem makro, anggaran, dan perhitungan atas resiko yang diantisipasi dari resistensi birokrasi, legislatif dan publik yang dapat muncul. Dengan kata lain pemerintah mencoba merajut kebijakan yang layak (etis) menurut orientasi (filsafat dan konstitusi) pendidikannya dan penyelenggaraannya laik secara tehnokratis birokrasi dan politik publik. Bentuknya yang paling jelas adalah (kesibukan) meneruskan penataan ulang kelembagaan yang bersifat governance, yang pada gilirannya menuntut perubahan manajemen serta restrukturisasi anggaran maupun sumber-sumbernya. Secara ringkas kesibukan itu lebih difokuskan pada upaya membangun governance dan manajemen pendidikan, di atas fondasi tata-pemerintahan yang desentralistik yang sedang dibangun dan orientasi dan tuntutan pendanaan yang ’baru’ untuk pendidikan, terutama untuk Wajib Belajar 9 Tahun. Dengan kata lain pemerintah selama setahun sibuk dengan penataan sistem, in-put terutama anggaran dan –sebagaian-- proses, (kelembagaan governance, sistem manajemen dan anggaran). Masalah in-put lain yang sangat penting, seperti bagaimana kurikulum, pola pikir guru dan metode pembelajaran harus berubah sesuai dengan tuntutan struktural dan kultural yang baru (agar lebih demokratis dan mencerdaskan), belum banyak disentuh. Alih-alih masalah out-put dan efisiensi eksternal (seperti seberapa relevan peningkatan cakupan dan kualitas pendidikan dengan pengembangan demokrasi dan ekonomi), seakan-akan menjadi hilang dari perhatian. Dengan kata lain kebijakan pemerintah lebih tersita perhatiannya untuk perbaikan konteks pembelajaran dan (agak?) melupakan teks (isi) yang harus diajarkan. Bila masalah isi ini terlalu lama dilupakan maka akan menjadi ’bom waktu’ di kemudian hari.

Kebijakan yang menonjol pada tahun pertama ini adalah menata ulang lembaga Depdiknas (misalnya dengan memecah Dirjen Dikdasmen menjadi dua) dan mengefektifkan lembaga-lembaga di bawahnya, (termasuk lembaga governance-nya yang berada di masyarakat) agar memungkinkan pengembangan --bukan projek, melainkan terutama—program-program yang bersifat transisional dari sentralisme ke desentralisasi, re-strukturasi anggaran dengan cara mencoba memobilisasi dana dari bawah (masyarakat) dengan memanfaatkan polical leverage yang tersedia. Enam agenda 100 Hari Mendiknas, juga berada dalam koridor itu . Boleh dikatakan, kebijakan yang harus dan telah diambil adalah ’structural adjustment’. Pilihan structural adjustment ini dibayangi oleh resistensi tiga pihak: pihak yang merasa orientasi pendidikannya tidak diakomodasi, pihak yang terkurangi ruang sosial-ekonomi dan politiknya akibat desentralisasi-otonomisasi, dan pihak yang secara manajerial (terutama akibat re-strukturasi sumber dan penyaluran anggaran yang menyertainya) merasa dirugikan.

Soekarno : Presiiden Pertama Indonesia


Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika..

Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar "Ir" pada 25 Mei 1926.


Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.

Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.

Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.

Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi".

Sri Mulyani Mengundurkan Diri


Menteri Keuangan Sri Mulyani mengundurkan diri dari jabatannya per 1 Juni mendatang. Menkeu dikabarkan menerima tawaran untuk menjabat direktur pelaksana Bank Dunia.

Sri Mulyani akan menjadi salah satu dari tiga Managing Director. Jabatan Managing Director merupakan jabatan tertinggi kedua setelah Presiden di Bank Dunia.

Bank Dunia memang meminta empat menkeu dari empat negara untuk bekerja membantu lembaga tersebut. Karena jabatan itu memang tidak bisa dirangkap, Sri Mulyani harus memilih dan tampaknya dia memilih menerima jabatan tersebut.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyetujui penunjukan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai Direktur Operasional Bank Dunia.

"Saya menyetujui setelah mendengar juga permohonan Ibu Sri Mulyani Indrawati untuk menjabat sebagai Managing Director di Bank Dunia," kata Presiden saat memberikan keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (5/5).

Persetujuan Presiden diikuti satu syarat,beliau minta Sri Mulyani menyelesaikan dulu tugas dan urusannya sebagai Menteri Keuangan. "Masih ada waktu beberapa minggu lagi sebelum Ibu Sri Mulyani menempati posisi barunya di Bank Dunia di Washington DC," demikian SBY menambahkan.

Kepala Riset PT Bhakti Securities Edwin Sebayang mengatakan kabar ini kemungkinan besar berdampak atas bursa saham walau mungkin hanya sesaat. Salah satu alasannya karena Sri Mulyani cukup dihormati di kalangan investor domestik maupun asing. Namun Edwin menambahkan pengunduran diri Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan bisa dibilang hanya masalah politis dan bukan fundamental. "Jadi reaksi pasar mungkin hanya sesaat dan yang menentukan arah pasar adalah fundamental dari emiten itu sendiri,” imbuhnya.

Problem Pendidikan di Era Reformasi

Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kebudayaannya. Kebudayaan adalah konsep, gagasan, pikiran, dan keyakinan yang dianut oleh suatu masyarakat dalam waktu lama sehingga menuntun mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Berbeda konsep, berakibat berbeda pula perilaku, salah konsep berakibat menjadi salah perilaku. Kebudayaan tidak jadi dengan sendirinya, tetapi dibangun oleh para pemimpin bangsa.
Konsep kebangsaan Indonesia misalnya tercermin dalam konstitusi (Pancasila, UUD 45 dst) yang dirumuskan oleh faunding father RI dan dikembangkan oleh generasi-generasi berikutnya. Membangun kebudayaan dilakukan terutama melalui pendidikan. Oleh karena itu sangat mengherankan ketika dalam kabinet kita, kebudayaan hanya ditempel pada pariwisata sehingga kebudayaan terdistorsi menjadi benda-benda kebudayaan yang dijadikan obyek pariwisata, sementara ruhnya justru tidak ada yang mengerjakan.
Sesungguhnya jika tidak menjadi departemen sendiri, kebudayaan lebih tepat berada di Departemen Pendidikan (Depdikbud), karena pendidikanlah yang membangun konsep budaya Indonesia pada generasi sejak pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, sementara Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Taman kanak-kanak bisa diserahkan kepada masyarakat lokal sebagai wujud pembentukan budaya lokal, dan kearifan lokal.
Jika kita sering mendengar sesama kita memperolok-olok manusia Indonesia, sesungguhnya kualitas manusia ditentukan oleh dua hal:
1. Pertama, oleh faktor hereditas, faktor keturunan. Manusia Indonesia dewasa ini adalah keturunan langsung manusia Indonesia generasi 45 dan cucu dari generasi 1928, cicit dari generasi 1912.Menurut bapak sosiologi Ibnu Khaldun, jatuh bangunnya suatu bangsa ditandai oleh lahirnya tiga generasi. Pertama generasi Pendobrak, kedua generasi Pembangun dan ketigagenerasi penikmat. Jika pada bangsa itu sudah banyak kelompok generasi penikmat, yakni generasi yang hanya asyik menikmati hasil pembangunan tanpa berfikir harus membangun, maka itu satu tanda bahwa bangsa itu akan mengalami kemunduran.
Proses datang perginya tiga generasi itu menurut Ibnu Khaldun berlangsung dalam kurun satu abad. Yang menyedihkan pada bangsa kita dewasa ini ialah bahwa baru setengah abad lebih, ketika generasi pendobrak masih ada satu dua yang hidup, ketika generasi pembangun
masih belum selesai bongkar pasang dalam membangun, sudah muncul sangat banyak generasi penikmat, dan mereka bukan hanya kelompok yang kurang terpelajar, tetapi justeru kebanyakan dari kelompok yang terpelajar. What wrong?
2. Kedua, dipengaruhi oleh faktor pendidikan. Pendidikanlah yang bisa membangun jiwa bangsa Indonesia. Lalu apa yang salah pada pendidikan generasi ini?
Sekurang-kurangnya ada sembilan point kekeliruan pendidikan nasional kita selama ini, meliputi:
[1] Pengelolaan pendidikan di masa lampau terlalu berlebihan penekanannya pada aspek kognitip, mengabaikan dimensi-dimensi lainnya sehingga buahnya melahirkan generasi yang mengidap split personality, kepribadian yang pecah.
[2] Pendidikan terlalu sentralistik sehingga melahirkan generasi yang hanya bisa memandang Jakarta (ibu kota) sebagai satu-satunya tumpuan harapan tanpa mampu melihat peluang dan potensi besar yang tersedia di daerah masing-masing.
[3] Pendidikan gagal meletakkan sendi-sendi dasar pembangunan masyarakat yang berdisiplin.
[4] Gagal melahirkan lulusan (SDM) yang siap berkompetisi di dunia global
[5] Pengelolaan pendidikan selama ini mengabaikan demokratisasi dan hak-hak azasi manusia. Sebagai contoh, pada masa orde Baru, Guru negeri di sekolah lingkungan Dikbud mencapai 1 guru untuk 14 siswa, tetapi di madrasah (Depag) hanya 1 guru negeri untuk 2000 siswa.
Anggaran pendidikan dari Pemerintah misalnya di SMU negeri mencapai Rp.400.000,-/siswa/tahun, sementara untuk Madrasah Aliah hanya Rp.4.000,-/anak/tahun.
[6] Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan SDM dikalahkan oleh uniformitas yang sangat sentralistik. Kreatifitas masyarakat dalam pengembangan pendidikan menjadi tidak tumbuh.
[7] Sentralisasi pendidikan nasional mengakibatkan tumpulnya gagasan-gagasan otonomi daerah.
[8] Pendidikan nasional kurang menghargai kemajemukan budaya, bertentangan dengan semangat bhinneka Tunggal Ika.
[9] Muatan indoktrinasi nasionalisme dan patriotisme yang dipaksakan –yakni melalui P4 dan PMP, terlalu kering sehingga kontraproduktif.
Sembilan kesalahan dalam pengelolaan pendidikan nasional ini sekarang
telah melahirkan buahnya yang pahit, yakni:
o Generasi muda yang langitnya rendah, tidak memiliki kemampuan imajinasi idealistik.
o Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetisi dalam lapangan kerja pasar global.
o Birokrasi yang lamban, korup dan tidak kreatif.
o Pelaku ekonomi yang tidak siap bermain fair
o Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis
o Sumberdaya alam (terutama hutan) yang rusak parah
o Cendekiawan yang hipokrit,
o Hutang Luar Negeri yang tak tertanggungkan
o Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya.
o Pemimpin-pemimpin daerah yang kebingungan. Bupati daerah minus tetap mengharap kucuran dari pusat, bupati daerah plus menghambur-hamburkan uang untuk hal-hal yang tidak strategis.
Pendidikan pada Era reformasi
o Era reformasi melahirkan keterkejutan budaya, bagaikan orang yang terkurung dalam penjara selama puluhan tahun kemudian melihat tembok penjara runttuh. Mereka semua keluar mendapati pemandangan yang sangat berbeda, kebebasan dan keterbukaan yang nyaris tak terbatas. Suasana psikologis eforia itu membuat masyarakat tidak bisa berfikir jernih, menuntut hak tapi lupa kewajiban, mengkritik tetapi tidak mampu menawarkan solusi.
o Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya mampu mengekspor tenaga kerja PRT, sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari luar. Problemnya, output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun kemudian. SDM kita yag tidak kompetetif hari ini adalah juga produkdari sistem pendidikan sejak 20-30 tahun yang lalu. Untuk mengubah sistem pendidikan secara radikal juga punya problem, yaitu tenaga guru yang kita miliki adalah produk dari sistem pendidikan yang tidak tidak tepat. Dalam konsep IKIP guru adalah instrument pendidikan, bukan tokoh yang bisa mentransfer kebudayaan kepada anak didiknya. Lingkaran setan inilah yang sulit diputus.
o Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa. Sayang ahli-ahli pendidikan kita lebih berorientasi kepada teksbook dibanding melakukan ujicoba sistem di lapangan. Guru-guru SD tetap saja hanya tenaga pengajar, bukan guru yang digugu dan ditiru seperti dalam filsafat pendidikan nasional kita sejak dulu. Mestinya Doktor dan Profesor bidang pendidikan tetap mengajar di SD-SLPsehingga mampu melahirkan sistem pendidikan berbasis budaya, menemukan realita-realita yang bisa dikembangkan menjadi teori, bukan kemudian berkumpul di birokrasi untuk kemudian mengatur pendidikan dari balik meja berpedoman kepada teori-teori Barat. Selagi pendidikan di SD dilaksanakan oleh tukang pengajar, maka sulit mengembangkan mereka pada jenjang pendidikan berikutnya.
o Pendidikan bermutu memang mahal, tetapi kenaikan anggaran pendidikan di APBN menjadi 20 % pun tidak banyak membantu jika kreatifitas Depdiknas, hanya pada proyek-proyek pendidikan bukan pada pengembangan pendidikan.
o Swasta mempunyai peluang untuk melakukan inovasi pendidikan tanpa terikat aturan birokrasi yang jelimet, tetapi menjadi sangat menyedihkan ketika dijumpai banyak lembaga pendidikan swasta yang orientasinya pada bisnis pendidikan.
o Sekolah international diperlukan sebagai respond terhadap globalisasi, tetapi pembukaan sekolah international oleh asing sangat riskan dari segi budaya bangsa karena filsafat pendidikannya berbeda.
o Untuk mempercepat dan memperluas budaya belajar sebaiknya anggaran pendidikan negara bukan hanya diperuntukkan bagi sekolah formal, tetapi juga untuk sekolah informal dan sekolah non formal. Pada satu titik nanti pasar tenaga kerja tidak lagi melihat ijazah sekolah formal tetapi melihat skill tenaga kerja, dan ini bisa dikermbangkan di sekolah informal dan non formal. Pada satu titik nanti, gelar-gelar akademik juga tidak lagi relefan.

Wajah Pendidikan Indonesia: Antara Realitas Dan Harapan

Kondisi pendidikan kita

Pendidikan Indonesia selalu gembar-gembor tentang kurikulum baru.Yang katanya lebih bagus, lebih tepat sasaran, lebih kebarat-baratan...atau apapun. Yang jelas, Menteri Pendidikan berusaha eksis dengan mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum. Agak miris lihat kondisi saat ini. Institusi pendidikan tidak ubahnya seperti pencetak mesin ijazah. Agar laku, sebagian memberikan iming-iming : lulus cepat, status disetarakan, dapat ijazah, absen longgar wa ‘ala alihi. Apa yang bisa diharapkan dari pendidikan kering idealisme seperti itu. Ki Hajar Dewantoro mungkin bisa menangis melihat kondisi pendidikan saat ini. Bukan lagi bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa (seperti yang masih tertulis di UUD 45), tapi lebih mirip mesin usang yang mengeluarkan produk yang sulit diandalkan kualitasnya. Pendidikan lebih diarahkan pada menyiapkan tenaga kerja "buruh" saat ini. Apalagi dengan pengoptimalan pada SMK. Bukan lagi pemikir-pemikir handal yang siap menganalisa kondisi. Karena pola pikir "buruh"lah, segala macam hapalan dijejalkan kepada anak murid. Dan semuanya hanya demi satu kata: IJAZAH! ya, ijazah, ijazah, ijazah yang diperlukan untuk mencari pekerjaan. Sangat minim idealisme untuk mengubah kondisi bangsa yang morat-marit ini, sangat minim untuk mengajarkan filosofi kehidupan, dan sangat minim pula dalam mengajarkan moral. Sudah rahasia umum jika pendidikan sekarang sangat mahal. Seperti kata buku, orang miskin dilarang sekolah! Memprihatinkan, tapi itulah kenyataannya. Masuk TK saja bisa mencapai ratusan ribu maupun jutaan rupiah, belum lagi kalau masuk SD-SMP-SMA-Universitas yang favorit. Kalau dihitung, seseorang yang masuk TK sampai dengan universitas yang favorit akan menghabiskan 100 juta lebih. Wow! Apalagi dengan adanya kampus BHMN seperti UI, IPB, UGM, Unair dan lain-lain.
Sekolah memang harus mahal, itulah stigma yang tertanam di benak sebagian orang, dari orang awam dan bahkan sampai beberapa pejabat Depdiknas. benarkah demikian??? Itu adalah opini yang salah tempat, mereka yang bicara ngelantur begitu sudah pasti tidak pernah lihat kondisi luar. Malaysia, Jerman, bahkan Kuba sekalipun bisa membuat pendidikannya sangat murah dan dapat diakses oleh sebagian besar lapisan masyarakatnya. Dalam sistem pendidikan Indonesia yang baru, pemerintah akan membagi jalur pendidikan menjadi dua jalur besar, yaitu jalur formal standar/ reguler dan jalur formal mandiri/ Non reguler. Jalur formal mandiri diperuntukkan bagi siswa yang mapan secara akademik maupun finansial. Sedangkan jalur formal standar diperuntukkan bagi siswa yang secara finansial bisa dikatakan kurang bahkan tidak mampu.
Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini memang adalah sistem pendidikan yang sekular-materialistik. Bila disebut bahwa sistem pendidikan nasional masih mewarisi sistem pendidikan kolonial, maka watak sekular-materialistik inilah yang paling utama, yang tampak jelas pada hilangnya nilai-nilai islam pada semua proses pendidikan. Pendidikan materialistik memberikan kepada siswa suatu basis pemikiran yang serba terukur secara material serta memungkiri hal-hal yang bersifat non-materi. Disadari atau tidak, berkembang penilaian bahwa hasil pendidikan haruslah dapat mengembalikan investasi yang telah ditanam. Pengembalian itu dapat berupa gelar kesarjanaan, jabatan, kekayaan, atau apapun yang setara dengan nilai materi yang telah dikeluarkan. Agama ditempatkan pada posisi yang sangat individual. Hukum syara’ islam dirasa tidak patut atau tidak perlu dijadikan sebagai standar penilaian sikap dan perbuatan.

Sistem pendidikan yang material-sekuleristik tersebut sebenarnya hanyalah merupakan bagian belaka dari sistem kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang juga sekuler. Dalam sistem sekuler, aturan-aturan, pandangan dan nilai-nilai Islam memang tidak pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja. Maka, di tengah-tengah sistem sekuleristik tadi lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama. Yakni tatanan ekonomi yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretistik, serta paradigma pendidikan yang materialistik.
Lantas bagaimana dengan visi dan misi pendidikan di Indonesia? Mau dibawa ke mana pendidikan di Negara kita? Apakah pendidikan sudah menjadi barang dagangan yang nantinya menghasilkan output berupa selembar sertifikat dan ijazah bukannya keahlian dan daya analisis? Dan apakah pendidikan hanya menjadi milik dan hak orang kaya saja? Atau Apakah memang orang miskin dilarang sekolah? Lalu bagaimana caranya agar pendidikan bisa murah??
Sistem Pendidikan Islam.

Asas pendidikan adalah aqidah Islam. Aqidah menjadi dasar kurikulum (mata ajaran dan metode pengajaran) yang diberlakukan oleh negara. Aqidah Islam berkonsekuensi ketaatan pada syari’at Islam. Ini berarti tujuan, pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum harus terkait dengan ketaatan pada syari’at Islam. Pendidikan dianggap tidak berhasil apabila tidak menghasilkan keterikatan pada syari’at Islam pada peserta didik, walaupun mungkin membuat peserta didik menguasai ilmu pengetahuan. Aqidah Islam menjadi asas dari ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti semua ilmu pengetahuan yang dikembangkan harus bersumber pada akidah Islam, karena memang tidak semua ilmu pengetahuan lahir dari akidah Islam. Yang dimaksud adalah, aqidah Islam harus dijadikan standar penilaian.

Sistem Pendidikan Islam Yang Terpadu

Agar keluaran pendidikan menghasilkan SDM yang sesuai harapan, harus dibuat sebuah sistem pendidikan yang terpadu. Artinya, pendidikan tidak hanya terkonsentrasi pada satu aspek saja. Dalam hal ini, minimal ada 3 hal yang harus menjadi perhatian. Pertama, sinergi antara sekolah, masyarakat, dan keluarga. Pendidikan yang integral harus melibatkan tiga unsur di atas. Sebab, ketiga unsur di atas menggambarkan kondisi faktual obyektif pendidikan. Saat ini ketiga unsur tersebut belum berjalan secara sinergis, di samping masing-masing unsur tersebut juga belum berfungsi secara benar.

Buruknya pendidikan anak di rumah memberi beban berat kepada sekolah/kampus dan menambah keruwetan persoalan di tengah-tengah masyarakat seperti terjadinya tawuran pelajar, seks bebas, narkoba, dan sebagainya. Pada saat yang sama, situasi masyarakat yang buruk jelas membuat nilai-nilai yang mungkin sudah berhasil ditanamkan di tengah keluarga dan sekolah/kampus menjadi kurang optimum.

Kedua, kurikulum yang terstruktur dan terprogram mulai dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi. Kurikulum sebagaimana tersebut di atas dapat menjadi jaminan bagi ketersambungan pendidikan setiap anak didik pada setiap jenjangnya. Selain muatan penunjang proses pembentukan kepribadian Islam yang secara terus-menerus diberikan mulai dari tingkat TK hingga PT, muatan tsaqâfah Islam dan Ilmu Kehidupan (IPTEK, keahlian, dan keterampilan) diberikan secara bertingkat sesuai dengan daya serap dan tingkat kemampuan anak didik berdasarkan jenjang pendidikannya masing-masing.

Pada tingkat dasar atau menjelang usia balig (TK dan SD), penyusunan struktur kurikulum sedapat mungkin bersifat mendasar, umum, terpadu, dan merata bagi semua anak didik yang mengikutinya. Di tingkat Perguruan Tinggi (PT), kebudayaan asing dapat disampaikan secara utuh. Ideologi sosialisme-komunisme atau kapitalisme-sekularisme, misalnya, dapat diperkenalkan kepada kaum Muslim setelah mereka memahami Islam secara utuh. Pelajaran ideologi selain Islam dan konsepsi-konsepsi lainnya disampaikan bukan bertujuan untuk dilaksanakan, melainkan untuk dijelaskan dan dipahami cacat-celanya serta ketidaksesuaiannya dengan fitrah manusia.

Ketiga, berorientasi pada pembentukan tsaqâfah Islam, kepribadian Islam, penguasaan terhadap ilmu pengetahuan, dan memiliki keterampilan yang memadai. Penguasaan ilmu-ilmu teknik dan praktis serta latihan-latihan keterampilan dan keahlian merupakan salah satu tujuan pendidikan Islam, yang harus dimiliki umat Islam dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai khalifah Allah SWT. Ketiga hal di atas merupakan target yang harus dicapai. Dalam implementasinya, ketiga hal di atas menjadi orientasi dan panduan bagi pelaksanaan pendidikan.
Terkait dengan masalah pendanaan dalam sistem pendidikan islam semuanya akan ditangung oleh Negara/ Daulah Islamiyah. Dalam konteks Indonesia hal ini bukan suatu isapan jempol. Kita melihat bagaimana kekayaan alam Indonesia yang sangat melimpah ruah, baik yang sudah di exploitasi (Asing ataupun Swasta) ataupun yang belum, masih sangat cukup untuk membuat pendidikan Indonesia ini bisa gratis. Dan bayangan terealisasinya pendidikan gratis dengan anggraan 20% APBN untuk pendidikan atau bahkan lebih bukan suatu impian. Asal kita harus mengganti sistem kapitalistik/ sekularistik yang ada saat ini dengan sistem islam.
Sesungguhnya semua persoalan yang saat ini tengah dihadapi oleh dunia islam, termasuk Indonesia, berpangkal pada tidak diterapanya syariat islam secara kaffah. Dengan kata lain tidak adanya penerapan sistem islam di tengah-tengah masyarakat. Masalah utama ini kemudian memicu terjadinya berbagai persoalan turunan seperti kemiskinan, kebodohan, korupsi, kerusakan moral, kedzaliman, ketidakadilan, disintegrasi, dan penjajahan dalam segala bentuknya, baik penjajahan militer langsung seperti Irak, Palestina dan Afganistan ataupun penjajahan ekonomi dan politik. Kita semua berharap semoga syariat islam kaffah akan segera kembali untuk merubah semua permasalahan diatas. Mari kita bersama-sama bersatu, berjuang, tegakkan Kebenaran.
abcs